"kalau jelek baca judulnya aja..."

INTRO :

Assalamu'alaikum wr wb (sebuah pembuka yang terlihat sopan, atau malah cuma sekedar agar terlihat catatan kali ini berbeda).

Yap!! sejak dari awal udah aku usahain agar catatan kali ini terlihat berbeda. Begitu juga seperti halnya juga pada teks pidato atau pada kata pengantar sebuah karya ilmiah, selalu saja sering diberi kalimat puji-pujian kepada Tuhan. Tapi kali ini tidak, tapi justru ungkapan maaf kepada Tuhan, karena telah menyiakan waktu yang diberi hanya untuk menulis catatan jelek ini. Sekaligus juga ngasih tahu kalo ini emang bukan naskah pidato, ataupun makalah. Ini cuma sekedar catatan yang nggak butuh banyak waktu, dan hanya mengejar kekurangan, bukannya kesempurnaan (semoga aja paham dech...)

Tapi tetep aja aku kasih kesamaan karena ini juga termasuk sebuah KARYA, bukannya SAMPAH. (karya menurutku adalah sesuatu yang dihasilkan oleh indera yang dimiliki mahkluk hidup, termasuk juga tulisan ini)

Kesamaannya yaitu tentang UCAPAN TERIMA KASIH. Yang pertama aku tujukan kepada handphone bokap yang aku ambil tanpa sepengetahuannya (marai Hp ku KOit... Haha). Kemudian aku ucapin terima kasih kepada yang udah nggak mau baca judulnya "Kalau Jelek, Baca Judulnya Aja..." karena catatan ini kelihatan begitu jelek kalo dibaca sampai di sini aja.

Yak!! Sebelum masuk ke bagian ''isi'' aku tulis dulu tentang ihwal apa nanti yg ada di isinya, secara singkat. Yakni tentang posisi, atau kondisi buruk. keadaan yang tak pernah kita harapkan. Okelah langsung aja baca bagian isi di bawah ini biar cepet kelihatan jeleknya catatan ini.

ISI :

Nah!! Sebelumnya udah ada penjelasan singkat tentang bagian ini. Yaitu posisi atau kondisi yang buruk, yang tiada pernah kita harapkan untuk terjadi. Tapi sebelum ngelanjutin baca, saya sarankan kepada anda sebaiknya sadarkan diri anda dulu, bahwa diri anda benar-benar manusia yang mau dibilang menjalani hidup (maaf kalau tersinggung...), karena orang hidup itu pasti merasakan hal yang buruk.

Oke!!, kalau udah sadar dan nggak nggak merasa tersinggung, boleh deh lanjutin bacane hehe....

Kembali membahas tentang keadaan yang tak diharap. Kita tahu bahwa hidup itu seperti pada RODA. Kadang di atas, kadang juga di bawah ( ini demi keadilan, di atas terus butuh tenaga lebih, di bawah melulu juga nggak sportif ?!@#$%&*). Yap!!!, hidup ini pasti butuh keadilan (red. baca keseimbangan) yang dibangun atas perbedaan atau "antocondition". Ada siang ada malam, ada hidup ada mati, ada datang ada pergi... Begitu pula dengan keadaan, ada baik ada buruk, ada kala kita rasakan suka, ada kala kita rasakan duka, ada saatnya kita mendapatkan, ada saatnya kita kehilangan...

Itu tadi tentang hidup yang tak lepas dari jeratan pembalasan (red. baca sebab-akibat). Yah!!! kita manusia yang nggak bisa menolak setiap keadaan buruk yang datang. Sering kali mencari kambing hitam atas kesialannya. Mulai dari menuduh kamu, dia, kalian, mereka, dan bahkan ada yang terlewat lancang dengan mengumandangkan Tuhan dan waktulah yang menjadi penyebab keadaan buruk yang dialami. dengan cara memutar balikkan kenyataan, ataupun mengutarakan kenyataan (dalam hal mengutarakan kenyataan, berarti adalah kenyataan hasil olahannpemikiran, jadi selalu aja ada unsur penghapusan / deletion kenyataan yang lebih besar. Misal ketika kita mengatakan "kambing adalah binatang mengembik" kenyataan yang terlalu tabu untuk didengar). Nah!!! dengan menyampaikan kenyataan hasil pemikiran itulah, manusia sering mengaburkan ketidakterimaannya atas keadaan buruk yang ia alami.

Dan kebanyakan manusia ketika mendapat kesialan selalu mencari kambing hitam, tapi juga sering justru mengkambingkan diri sendiri ketika mendapat kenikmatan (kambing teriak kambing ada kali ya...)

Biar lebih nggak jelasnya aku kasih contoh aja yak. Misal, ada seorang anak yang tak merasakan kasih sayang dari ortunya sejak dari kecil, lalu mungadu "Ya Tuhan, kenapa Kau tak adil..." (mbaten "audubilahimindalik...), lalu pada seorang putera pejabat dengan sombong teriak "siapa dulu anaknya!!!, GUE...".

Diluar itu pula, ada sebagian manusia yang menjadikan keadaan yang buruk sebagai gerbang finish satu kehidupan yang dijalani. Tapi sebenarnya justru sebaliknya, keburukan merupakan awal menuju kebaikan bagi yang mau dan tahu

Ingatlah Nabi Muhammad yang hidupnya begitu tersiksa, pada akhirnya menjadi pemimpin para umatnya. Begitu pula dengan rakyat indonesia yang kondisinya begitu memilukan ketika zaman penjajahan hingga pada akhirnya dapat memproklamasikan menjari Republik Indonesia yang merdeka.

Okeh... mungkin inilah kejelekan yang mampu aku buat, ditengah keburukan-keburukan yang lebih buruk yang aku tutupi. Habis ini ada bagian akhir yakni penutup yang tak kalah jeleknya, sehingga anda bisa mengatakan ini benar-benar jelek, dan anda punya alasan untuk cuma baca judulnya saja...

PENUTUP :

Sebelum aku mengakhirinya, saya mau ber"firman" tentang ihwal yang tak kita harapkan. Ketika kita mengalami hal yang buruk, jadikanlah dia sebagai cermin kaca untuk anda mngintrospeksi diri agar menjadi lebih baik. Bukannya malah menghadap dinding masjid ketika mentari menyingsing, jelas cuma bayangan tak jelas yang justru dapat menjerumuskan anda. Dan KEADAAN YANG PALING BURUK ADALAH KETIKA ANDA TAK MAMPU MENGAMBIL HIKMAHNYA

Kemudian saya ucapkan selamat kepada para BONEK yang tetep nekat hanya untuk mengetahui kejelekan catatan kali ini, yang pada akhirnya tetap aja jelek.

Dan seperti sebelumnya bahwa kita itu perlu keseimbangan. Karena dia awal tadi diawali oleh salam, maka kali ini juga aku akhiri dengan salam.

Wassalamu'alaikum wr wb


(maaf jika ada ketidaksepahaman, tapi aku bilang lagi kalau ini cuma mengejar kekurangan, bukannya kesempurnaan)

bangunin aku....

hwoi ker!!! bayangin nih kalo bisa hidup punya pemimpin yang ber-aura bijak. Bertetangga orang kaya yang enteng buat ngasih santunan. Ditambah lingkungan yang menjadikan forum sbagai jalan keluar sebuah masalah. Bakal damai banget rasanya hidup.

Tapi sayang, kedamaian itu cuma sampai bayang renungan saja. Sedangkan kenyataanya masih jauh ikan dengan mata pancing....

Memang mencari pemimpin itu tak semudah menebak warna pelangi. Apalagi dengan kondisi masyarakat yang terlah lupa dengan jati dirinya. Untuk memutuskan sebuah perkara saja kudu direwangi lewat kelokan berliku, musti menaika tangga pemaksaan pendapat, selalu menyusuri lorong konflik, bahkan nekat njebur ke jurang kericuhan. Dimana anarkisme sudah mendarah daging, dan berlatar belakang kepentingan individu atau semata kelompoknya. Hasilnya hanya pertikaian semata, dan semakin memperkeruh keadaan yan terlanjur terkontaminasi masalah.

Akan tetapi seberapa pun remuk negeri ini, janganlah kita putus asa. Tidak lain ini adalah tanah kita, dimana kita akan menghabiskan sisa usia disini, akan menjadi bangkai berbalut tanah ini, makan mandipum kita dari tanah air ini. Memang sangat sulit mencari sosok pemimpin yang perfect. Tapi setidaknya kita tak sampai salah pilih pemimpin dengan sosok semau gue, memutuskan sesuatu dengan embel-embel poko'e, memebri kebijakan yang "sekarepe dewe".

Maka marilah kita tanamkan akhlakul kharimah kepada para pemimpin. Begitu juga kepada para orang-orang kaya sehingga sadar bahwa diantara limpahan hartanya itu ada hak milik para fakir miskin. Danjuga mari kita tanamkan pada diri masyarakat kita untuk "tepo seliro marang tengen kiwo, ora macak budeg marang wong liyo, nalika nyekak ukoro ora mateni roso, ngerti kabeh dulur tunggal lemah, sanajan musuh bedo weroh ora bakal tandur kesruh". Andaikan semua itu terwujud, alangkah lebih indahnya hidup bergaduh, dari pada menjadi bangkai kesepian berbalut tanah. Tapi, HWOI..!!! bangunkan aku dari mimpi ini tolong...!!!??@@##

tanah siapa....

hai!!! hmm... kali ini aku nggak pakek salam pembuka seperti sebelume. tapi, gak pentinglah... Yang jelas kali ini emang beda bahasannya. Dari temanya yang kian komplek, dan konteks yang belum pasti apa. Ngga' selalu sebuah renungan, cuma saja aku seperti merasakan, melihat, dan mendengarnya...

Tentang keberadaan "Tanah Surga" yang pernah dikata gemah ripah loh jinawi tototentrem kartoraharjo. Tanah yang dikabarkan pernah merdeka. Dan jikalau merdeka sudah jelas mampu mengolah sumber daya alamnya secara optimal. Dan jelaslah pasti tanah itu menjadi surga para penghuninya.

Tapi belakangan dikabarkan bahwa penghuninya keburu beringas dalam menerima nikmat-Nya. Tambang terkuras tak henti, belantara teduh disulap menjadi teriknya bangunan-bangunan. Hasilnya : burung kesulitan untuk sekedar bertengger karena ranting-ranting sudah berubah menjadi pagar-pagar beton, ikan kesulitan hidup sebab air sudah terkontaminasi limbah pabrik, macan-macan tak bisa lagi bersembunyi karena hutan habis terbabat. Dengan dalih pembangunan, tapi justru pemusnahan generasi mendatang.

Itu lah keadaan sebuah negeri yang penghuninya terlanjur mengartikan rasa syukur sebagai bentuk nafsu agar nikmat yang diberi tidak mubadzir. Sebuah pemahaman yang kebacut dan cenderung kepada jiwa egoistik dan lupa akan keberadaan Tuhan dan generasi penerus.

Memeng segala nikmat yang Tuhan berikan itu harus disyukuri. Tapi para penghuni yang terlanjur alpha justru membuat rasa syukur itu menjadi sbuah pengingkaran terhadap Tuhan. Dan ketika penghuni sebidang tanah yang terlanjur ingkar, ketenagnapun berubah menjadi malpetaka. Minuman khamr menjadi tradisi, zina dianggap biasa, kriminalitas kian memenuhi media elektronik juga cetak, anarkisme membabibuta. belum lagi ketika alam mulai mengamuk, gelombang laut menggulung peradaban, gunung-gunung indah mabuk lahar, hujanpun tak lagi seirama dengan alunan musim, terbalas oleh kemarau berkepanjangan yang membuat tanah kehausan lalu terpaksa membelah menggambarkan alam yang sudah bosan untuk bersahabat dengan manusianya.

Semua itu masih secuil derita, yang jika kembali terus ingkar maka niscaya akan tiba derita yang lebih. dimana setiap derita mengabarkan satu hikmah diantara lima kepastian : sebagai ujian, sebagai hukuman, sebagai tebusan, teguran atau malah menjadi alat untuk meningkatkan ke-iman-an. Tinggal kita untuk memilih hikmah yang mana....

Andaikan negeri itu mampu menempatkan sebagai negeri yang sabar saat tertimpa bencana, dan tidak menjelma menjadi sombong, takabur, arogan, dan lupa diri kala diberi nikmta. Maka kemerdekaan kemarin itu tak sampai menjadi kebebasan yang tak mengenal batas-batas aturan.
Dalam persemayaman jiwaku yang telah diam...

Akulah seorang EGOMANIAK yang terjebak dalam keterasingan.

Seorang IDEALIS yang terkadang masih gontai dalam jeratan macam pilihan.

Ketakutanku semakin subur dibalik ragaku yang selalu menentang perasaan.
Raga yang sudah tak lagi mampi menampakkan diriku dari dalam.

Aku sering menjadi diri orang lain untuk sekedar mencari jawaban atas pertanyaan ini...
siapa aku ?, dan
hrus bagaimana aku ?

TAPI!!!
Kerap kali aku menyesal ketika menjai diri orang lain.
Sebab tiap aku menjelma menjadi sosok yang lain, selalu saja aku merasa kehilangan sesuatu yang pernah aku miliki...

kopiku panas...

Beeeuuuhhh....
Bau khas menyengat dari dalam trotoar.
Menjadi aroma malam bercahayakan redup.
Roda-roda berlalulalang melindas jalanan tua.
Deru kuda besi menerjang senandung alami malam.
Suasana tepian hari ditiapku bunuh waktu di depan bangunan usang.
Usang seperti dunia ini yang makin rapuh menopang kaki-kaki serakah.
Kaki-kaki yang berani melebar meski untuk berdiri merapat saja susah.

Huuuhh!!!
Mungkin hanya dengan begitu untuk dapat bertahan hidup.
Kenapa sekarang kebanyakan hanya berfikir untuk bertahan hidup saja ?
Bukannya hidup itu udah punya durasi masin-masing ?
Lantas kenapa bersih keras mempertahankan sesuatu yang udah pasti pergi ?

(
complex problem in my mind and maybe others too...)

KENANGAN = suka duka, susah senang, manis pahit, kelam tentram, luka bahagia.

Ditemani sekata itu aku tenggelam dalam benak.
Bentangan terpal menjadi medan peperangan rasa dalam kesendirian pikiran...

Segelas kopiku masih panas bru turun dari tangan sang penjual.
Jelas.... 1 sendok teh kopi, ditambah sedikit gula.

(KOPI= banyak orang yang ternyata menghabiskan tak sedikit rupiah hanya untuk mendapat kepahitan )

Kutuang kopiku yang panas itu kedalam cawan putih di bawahnya...

(KOPI VS CAWAN PUTIH=kontras antara hitam dan putih, gelap menuju terang, bercampur ciptakan kehangatan, hitam yang membara reda kala putih mampu meredamnya)

Selang berapa menit!!!
Kuangkat cawan, dan...
"bersulang dengan malam atas masa yang pernah ada...)

Hmm....
Pecah sudah kebekuan raga.
Tumbuhkan ketenangan,
Ciptakan kenyamanan,
Berikan kehangatan.

(cawan saja tak mampu berikan kehangatan tapi juga tak mungkin lidah kita mau terbakar oleh panasnya kopi, keduanya terkadang perlu bersanding)

"belum tentu rasa pahit itu menyiksa, begitu juga kita tak selalu bisa dengan putih terang. Menurutku kepahitan itu bukan sampah, dan rasa manis itu bukan pula berlian. anggap saja seperti kertas dan pena yang mampu tunjukkan keindahan..."